Jelang Lebaran, Pejabat OKU Terjerat Kasus Fee Proyek!

Kasus dugaan suap mengguncang Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan! KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) baru saja menetapkan enam orang sebagai tersangka, termasuk tiga anggota DPRD dan Kepala Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) setempat. Wah, ada apa ini?

Semua bermula dari pembahasan RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) OKU tahun anggaran 2025. KPK mencium aroma tak sedap saat anggaran Dinas PUPR tiba-tiba melonjak drastis, dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Kok bisa ya?

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa kenaikan signifikan ini diduga kuat karena adanya kesepakatan antara DPRD dan Dinas PUPR. Anggota DPRD meminta jatah pokir (pokok pikiran), yang kemudian diwujudkan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR.

Apa Itu Pokir dan Kenapa Jadi Masalah?

Nah, pokir ini sebenarnya adalah usulan program atau kegiatan pembangunan dari anggota DPRD yang seharusnya bertujuan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Tapi, dalam kasus ini, diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. KPK menduga, para anggota DPRD ini menagih jatah proyek kepada Kepala Dinas PUPR menjelang Idul Fitri 2025.

Setyo mengungkapkan, Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah, menawarkan sembilan proyek kepada pihak swasta, Fauzi dan Ahmad, dengan commitment fee sebesar 22%. Rinciannya, 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk DPRD. Gede banget ya fee-nya!

Singkat cerita, disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik senilai Rp 40 miliar. Untuk ketua dan wakil ketua DPRD, nilai proyeknya disepakati Rp 5 miliar, sedangkan untuk anggota lainnya Rp 1 miliar. KPK menduga, total fee untuk anggota DPRD OKU mencapai Rp 7 miliar.

Pada 13 Maret, Fauzi menyerahkan uang kepada Nopriansyah sebesar Rp 2,2 miliar. KPK kemudian melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) pada Sabtu, 15 Maret, dan menetapkan enam orang sebagai tersangka.

Siapa Saja yang Jadi Tersangka dan Apa Hukumannya?

Enam tersangka dalam kasus ini adalah:

  • Ferlan Juliansyah (anggota DPRD OKU)
  • M. Fahrudin (anggota DPRD OKU)
  • Umi Hartati (anggota DPRD OKU)
  • Nopriansyah (Kepala Dinas PUPR OKU)
  • Fauzi (pihak swasta)
  • Ahmad (pihak swasta)
  • Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b dan 12 f dan 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang suap, pemotongan anggaran, dan gratifikasi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Sementara itu, Fauzi dan Ahmad dijerat pasal 5 ayat 1 a atau b UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Apakah Ada Tersangka Lain? KPK Bilang Begini…

    KPK tidak berhenti sampai di sini. Mereka masih terus mengembangkan kasus ini dan mendalami keterlibatan pihak lain. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa pihaknya akan meminta keterangan dari anggota DPRD OKU lainnya, termasuk pertemuan dengan pejabat bupati.

    Setyo Budiyanto menambahkan, proses pencairan uang muka dalam kasus suap ini melibatkan beberapa pihak. KPK akan mendalami peran pejabat yang sebelumnya menjabat. Wah, sepertinya kasus ini akan terus berkembang, ya!

    Kasus suap di OKU ini menjadi tamparan keras bagi dunia politik dan birokrasi di Indonesia. Semoga saja, dengan adanya penindakan tegas dari KPK, praktik-praktik korupsi seperti ini bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Kita semua tentu berharap, uang rakyat bisa digunakan sebaik-baiknya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, bukan malah dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

    Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang, kata Rhoma Irama. Tapi, jangan sampai karena uang, kita jadi gelap mata dan melakukan tindakan yang melanggar hukum, ya!

    Bagaimana Kasus Ini Mempengaruhi Kepercayaan Masyarakat?

    Kasus korupsi seperti ini tentu saja sangat merugikan masyarakat. Selain merugikan keuangan negara, juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan wakil rakyat. Masyarakat jadi bertanya-tanya, apakah para pejabat dan anggota DPRD benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, atau hanya untuk memperkaya diri sendiri?

    Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk terus mengawasi kinerja pemerintah dan wakil rakyat. Jangan biarkan mereka melakukan tindakan yang merugikan negara dan masyarakat. Jika ada indikasi korupsi, jangan ragu untuk melaporkannya kepada pihak yang berwenang.

    Semoga saja, kasus suap di OKU ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Mari kita bersama-sama membangun Indonesia yang bersih dari korupsi!

    More From Author

    Dampak Teknologi terhadap Tenaga Kerja: Revolusi Industri 4.0 dan Masa Depan Pekerjaan

    teknologi kedokteran itb

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *