KPK Ungkap DPRD OKU Minta Jatah Rp 40 Miliar Agar RAPBD Disahkan!

Kasus korupsi kembali mencoreng wajah pemerintahan daerah. Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik suap yang melibatkan anggota DPRD dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

KPK mengungkapkan bahwa anggota DPRD OKU meminta jatah pokir (pokok pikiran) sebesar Rp 40 miliar dari proyek-proyek di Dinas PUPR. Namun, karena keterbatasan anggaran, nilai pokir tersebut akhirnya disepakati menjadi Rp 35 miliar.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa perwakilan DPRD menemui pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKU dengan tujuan agar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dapat disahkan. Dalam pembahasan tersebut, diduga kuat perwakilan DPRD meminta jatah pokir.

Singkat cerita, APBD tahun anggaran 2025 disetujui dengan anggaran Dinas PUPR yang melonjak drastis, dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Kenaikan anggaran ini diduga kuat sebagai imbas dari kesepakatan jatah pokir tersebut.

Apa Itu Pokir dan Mengapa Jadi Rebutan?

Istilah pokir atau pokok pikiran DPRD seringkali menjadi sorotan dalam kasus-kasus korupsi di daerah. Secara sederhana, pokir adalah usulan program atau kegiatan pembangunan yang diajukan oleh anggota DPRD kepada pemerintah daerah. Usulan ini seharusnya berasal dari aspirasi masyarakat yang mereka wakili.

Namun, dalam praktiknya, pokir seringkali disalahgunakan sebagai ajang untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Anggota DPRD yang memiliki pengaruh dapat mengatur agar usulan pokir mereka disetujui dan dialokasikan anggaran. Kemudian, mereka dapat meminta fee atau komisi dari kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek tersebut.

Dalam kasus di OKU ini, Kadis PUPR OKU, Norpiansyah (NOP), diduga menawarkan sembilan proyek kepada pihak swasta dengan commitment fee sebesar 20 persen untuk anggota DPRD dan 2 persen untuk Dinas PUPR. KPK menduga Nopriansyah telah mengondisikan pemenangan proyek-proyek tersebut.

Bahkan, Nopriansyah diduga telah menerima uang sebesar Rp 1,5 miliar dari salah satu pihak swasta, Ahmad, sebelum proyek-proyek tersebut dikerjakan. Selanjutnya, Fauzi menyerahkan uang kepada Nopriansyah sebesar Rp 2,2 miliar yang merupakan bagian dari fee proyek.

Bagaimana Modus Operandi Korupsi Pinjam Bendera Ini Terjadi?

KPK mengungkapkan bahwa Nopriansyah mengatur sembilan proyek tersebut dengan modus pinjam bendera. Modus ini melibatkan penggunaan perusahaan lain sebagai formalitas untuk mengikuti tender proyek. Perusahaan yang dipinjam benderanya biasanya tidak memiliki kemampuan atau pengalaman yang memadai untuk mengerjakan proyek tersebut.

Tujuannya adalah untuk memenangkan tender dengan cara yang tidak sah, misalnya dengan mengatur harga atau memberikan informasi rahasia kepada perusahaan yang dipinjam benderanya. Setelah proyek dimenangkan, sebagian keuntungan akan diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengaturan tersebut.

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, perwakilan DPRD yang terdiri dari Ferlan, Fahrudin, dan Umi, menagih jatah proyek tersebut kepada Nopriansyah. KPK pun menangkap Nopriansyah dan beberapa pihak terkait pada 15 Maret 2025.

Siapa Saja yang Terjerat Kasus Suap Pokir DPRD OKU Ini?

Akibat perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b dan 12 f dan 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang suap, pemotongan anggaran, dan gratifikasi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, Fauzi dan Ahmad dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang pemberian suap.

Kasus suap pokir DPRD OKU ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah. Masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja DPRD dan pemerintah daerah agar tidak terjadi praktik-praktik korupsi yang merugikan kepentingan publik.

Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga dan tidak terulang kembali di daerah lain. Mari kita bersama-sama membangun Indonesia yang bersih dari korupsi.

Ku ingin bebas dari belenggu, ku ingin terbang ke angkasa… (Potongan lirik lagu dari band legendaris Indonesia, menggambarkan semangat untuk bebas dari korupsi).

More From Author

Dampak Teknologi terhadap Tenaga Kerja: Revolusi Industri 4.0 dan Masa Depan Pekerjaan

teknologi kedokteran itb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *