Heboh penggerudukan rapat RUU TNI di Hotel Fairmont berbuntut panjang! Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) angkat bicara setelah dilaporkan oleh pihak keamanan hotel. Mereka merasa ada yang janggal dengan pelaporan ini.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, menyatakan bahwa pihaknya masih memverifikasi laporan tersebut ke kepolisian karena belum menerima salinan resminya. Laporan ini bermula dari aksi sejumlah orang yang berteriak di depan ruang rapat pembahasan RUU TNI, menuntut agar rapat dihentikan karena dianggap tertutup.
Dimas menjelaskan bahwa aksi mereka sebenarnya sudah melalui pemeriksaan keamanan dari pihak hotel. Kami melihat ada upaya yang dipaksakan karena pertama, dalam konteks pelaksanaan aksi kami sudah melewati security check dari pihak hotel, artinya kita tidak membawa barang-barang atau benda-benda yang kemudian potentially harmful gitu ya, atau berpotensi untuk kemudian dapat melukai atau mengintimidasi seseorang, ujarnya.
Kenapa Rapat RUU TNI Digelar Tertutup dan Diprotes?
Kelompok yang menamakan diri Koalisi Reformasi Sektor Keamanan ini memang mempersoalkan rapat Panja RUU TNI yang digelar secara tertutup. Mereka menilai pembahasan ini seharusnya dilakukan secara terbuka, melibatkan partisipasi publik. Salah satu peserta aksi bahkan berteriak, Kami dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan pemerhati di bidang pertahanan, hentikan, karena tidak sesuai ini diadakan tertutup!
Mereka khawatir RUU TNI ini dapat mengembalikan dwifungsi ABRI, sebuah konsep yang dianggap sudah usang dan tidak sesuai dengan semangat reformasi. Dalam orasinya, mereka lantang menolak pembahasan tertutup dan menolak dwifungsi ABRI.
Bapak-Ibu yang terhormat, yang katanya ingin dihormati, kami menolak adanya pembahasan di dalam, kami menolak adanya dwifungsi ABRI, hentikan proses pembahasan RUU TNI, begitu salah satu seruan yang dilontarkan.
Namun, aksi protes ini justru berujung pada laporan polisi. Polda Metro Jaya menerima laporan dari sekuriti Hotel Fairmont (RYR) terkait dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Pasal Apa Saja yang Disangkakan dalam Laporan Polisi?
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan bahwa pasal yang diadukan dalam laporan ini adalah Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP. Terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan.
Dimas dari KontraS menilai delik pasal yang disangkakan dalam laporan itu terlalu dipaksakan. Ia menegaskan bahwa pihaknya hanya menyampaikan tuntutan dan tidak melakukan intimidasi atau ancaman. Kami juga hanya dalam proses orasi, kami hanya menyampaikan tuntutan, tidak ada nada ancaman sementara ada pasal-pasal gitu ya, yang disangkakan itu bernada ancaman, berkaitan dengan pasal yang berkaitan dengan ancaman keselamatan dan lain sebagianya, ujarnya.
Ia juga menambahkan, Kemudian kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup.
Seharusnya Pemerintah dan DPR Bisa Mencegah Pelaporan Ini?
Dimas menyayangkan pelaporan ini dan berpendapat seharusnya bisa dicegah. Menurutnya, penyampaian pendapat yang dilakukan KontraS saat penggerudukan sudah sesuai koridor. Jadi kami rasa proses pelaporan ini harusnya bisa diredam gitu ya, kami melihat kalaupun ternyata pihak pemerintah dan juga DPR itu tidak antikritik atau kupingnya bisa mendengar gitu ya, harusnya pemerintah dan DPR bisa mencegah pelaporan ini, kata Dimas.
Ia berpendapat bahwa pemerintah dan DPR seharusnya lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Ini bagian dari tuntutan masyarakat untuk kemudian dapat memberikan satu peringatan kepada para pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati lagi dalam membuat satu peraturan atau satu produk legislasi agar tidak menghasilkan satu produk legislasi yang cacat, imbuhnya.
Dimas menegaskan bahwa pihaknya akan menunggu tindak lanjut dari pelaporan tersebut. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kebebasan berpendapat dan proses pembuatan kebijakan yang transparan. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan dari kasus ini.