Di panggung pengembangan aplikasi web berbasis Java, nama Apache Struts dan Spring Framework adalah legenda. Keduanya telah menjadi fondasi bagi ribuan aplikasi enterprise di seluruh dunia. Namun, keduanya lahir dari era yang berbeda dan membawa filosofi yang sangat kontras. Struts adalah sang pionir yang mendefinisikan bagaimana arsitektur Model-View-Controller (MVC) seharusnya diimplementasikan dalam Java, sementara Spring datang sebagai penantang yang merevolusi cara pengembang membangun aplikasi dengan konsep-konsep modern. Membandingkan keduanya bukan sekadar adu teknis, melainkan seperti menyaksikan duel antara seorang ksatria veteran dan seorang inovator jenius dari dua generasi yang berbeda.
Struts, terutama Struts 1, muncul di awal tahun 2000-an ketika pengembangan web dengan Java masih terasa liar dan tidak terstruktur. Ia datang membawa ketertiban, menawarkan kerangka kerja yang solid untuk memisahkan logika bisnis (Model), tampilan (View), dan kontrol alur aplikasi (Controller). Selama bertahun-tahun, Struts menjadi standar de facto, pilihan utama bagi perusahaan yang ingin membangun aplikasi web yang kokoh dan terkelola. Namun, seiring berjalannya waktu, kekakuan dan kompleksitas konfigurasinya mulai terasa membebani. Di tengah kegelisahan inilah, Spring Framework lahir dengan pendekatan yang lebih ringan, fleksibel, dan radikal, mengubah lanskap pengembangan Java untuk selamanya.
Baca juga: Kenapa Baru Tahu Sekarang? Bikin Web App Semudah Ini Pakai Grails
Sang Pelopor: Apache Struts dan Eratnya Kendali Konfigurasi
Apache Struts dibangun di atas teknologi Java Servlet dan mengimplementasikan pola desain MVC secara ketat. Arsitektur intinya berpusat pada sebuah komponen bernama ActionServlet, sebuah controller tunggal yang bertindak sebagai gerbang utama untuk semua permintaan (request) yang masuk. ActionServlet ini kemudian akan membaca file konfigurasi XML yang masif (biasanya struts-config.xml
) untuk menentukan kelas Action mana yang harus dieksekusi untuk menangani permintaan tersebut.
Kelas Action
inilah yang menjadi jantung logika dalam aplikasi Struts. Tugasnya adalah memproses data dari permintaan, berinteraksi dengan lapisan bisnis (Model), dan kemudian memutuskan halaman mana (View) yang harus ditampilkan kepada pengguna. Ketergantungan yang sangat tinggi pada file konfigurasi XML adalah ciri khas Struts. Setiap alur navigasi, setiap kelas Action
, dan setiap form bean harus didefinisikan secara eksplisit di dalam file XML. Pendekatan ini memang membuat alur aplikasi menjadi sangat terstruktur dan terdokumentasi dengan baik di satu tempat, tetapi di sisi lain, ia menciptakan beberapa tantangan:
- Kompleksitas Konfigurasi: Untuk aplikasi berskala besar, file
struts-config.xml
bisa menjadi sangat besar dan sulit dikelola. - Keterikatan Kuat: Kelas
Action
dalam Struts 1 memiliki keterikatan yang kuat dengan API framework itu sendiri, membuatnya sulit untuk diuji secara terpisah (unit testing). - Pengembangan yang Lambat: Proses yang mengharuskan pengembang untuk terus-menerus bolak-balik antara kode Java dan file konfigurasi XML seringkali memperlambat siklus pengembangan.
Struts 2 hadir sebagai evolusi untuk mengatasi beberapa kelemahan ini dengan arsitektur yang lebih bersih dan penggunaan interceptor untuk fungsionalitas tambahan. Namun, citra sebagai framework yang “berat” dan berbasis konfigurasi XML sudah terlanjur melekat.
Sang Revolusioner: Spring dengan Sihir Dependency Injection
Spring Framework tidak lahir sebagai pesaing langsung Struts. Awalnya, Spring adalah sebuah framework ringan yang berfokus pada satu hal: menyederhanakan pengembangan aplikasi Java Enterprise (J2EE) yang saat itu terkenal sangat rumit. Senjata utama Spring adalah Inversion of Control (IoC), yang diimplementasikan melalui sebuah mekanisme yang disebut Dependency Injection (DI).
Secara sederhana, Dependency Injection adalah konsep di mana sebuah objek tidak perlu membuat sendiri objek-objek lain yang dibutuhkannya (dependensinya). Sebaliknya, sebuah wadah (container), dalam hal ini Spring IoC Container, akan “menyuntikkan” dependensi tersebut saat dibutuhkan. Pendekatan ini secara drastis mengurangi ketergantungan antar komponen (loose coupling). Kode menjadi lebih bersih, lebih modular, dan yang terpenting, sangat mudah untuk diuji. Pengembang tidak lagi terikat erat dengan framework, melainkan bekerja dengan objek Java biasa atau yang dikenal sebagai POJO (Plain Old Java Object).
Di atas fondasi IoC dan DI yang kuat ini, Spring membangun modul-modul lain, termasuk modul MVC-nya sendiri yang dikenal sebagai Spring MVC. Berbeda dengan Struts, Spring MVC menawarkan fleksibilitas yang luar biasa:
- Controller Fleksibel: Controller di Spring MVC adalah POJO biasa yang ditandai dengan anotasi sederhana seperti
@Controller
dan@RequestMapping
. Tidak ada keharusan untuk mewarisi kelas tertentu dari framework. - Konfigurasi Berbasis Anotasi: Spring mempopulerkan penggunaan anotasi untuk menggantikan konfigurasi XML yang panjang. Pengembang bisa mendefinisikan alur aplikasi, validasi, dan dependensi langsung di dalam kode Java, membuatnya lebih intuitif.
- Ekosistem yang Luas: Spring bukan hanya soal MVC. Ia menyediakan dukungan untuk akses data (Spring Data), keamanan (Spring Security), integrasi (Spring Integration), dan banyak lagi, menjadikannya sebuah platform pengembangan yang komprehensif.
Puncaknya adalah kelahiran Spring Boot, yang membawa filosofi penyederhanaan ke level ekstrem. Dengan Spring Boot, pengembang bisa membuat aplikasi standalone siap produksi hanya dengan beberapa baris kode, berkat konvensi cerdas dan konfigurasi otomatis.
Duel Kunci: Filosofi, Fleksibilitas, dan Masa Depan
Jika duel antara Struts dan Spring harus diringkas, perbedaannya terletak pada beberapa area kunci. Struts mengambil pendekatan di mana framework memegang kendali penuh dan pengembang harus mengikuti aturannya secara ketat melalui konfigurasi terpusat. Sementara itu, Spring memberikan kebebasan kepada pengembang; framework bekerja di latar belakang, mengelola objek dan dependensinya, sementara pengembang bisa fokus pada penulisan logika bisnis dengan POJO.
Dalam hal fleksibilitas, Spring jelas unggul. Kemampuannya untuk diintegrasikan dengan hampir semua teknologi lain di ekosistem Java, ditambah dengan arsitektur modularnya, membuatnya menjadi pilihan yang lebih adaptif untuk kebutuhan modern seperti microservices dan aplikasi berbasis cloud.
Dari sisi keamanan, Struts memiliki sejarah yang kelam. Beberapa kerentanan keamanan yang terkenal, termasuk yang menyebabkan kebocoran data besar, telah mencoreng reputasinya dan membuat banyak perusahaan beralih ke alternatif yang lebih aman. Di sisi lain, ekosistem Spring yang didukung oleh komunitas besar dan perusahaan Pivotal (sekarang bagian dari VMware) cenderung lebih proaktif dalam menangani isu keamanan.
Pada akhirnya, duel ini telah dimenangkan oleh Spring. Di era pengembangan aplikasi modern, kecepatan, fleksibilitas, kemudahan pengujian, dan ekosistem yang kuat adalah segalanya. Spring, terutama dengan adanya Spring Boot, menawarkan semua itu. Struts kini lebih sering ditemukan sebagai sistem warisan (legacy system) yang masih perlu dirawat. Meskipun begitu, kontribusinya sebagai framework yang pertama kali membawa struktur pada pengembangan web Java tidak akan pernah terlupakan. Ia adalah fondasi penting yang membuka jalan bagi inovasi-inovasi yang dibawa oleh Spring.
Penulis: Indra Irawan