Dunia ilmu pengetahuan kembali dihebohkan dengan klaim ambisius dari Colossal Biosciences, sebuah perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat. Mereka mengumumkan telah berhasil menghidupkan kembali serigala ganas (dire wolf), spesies yang telah punah lebih dari 10.000 tahun lalu. Klaim ini tentu saja memicu perdebatan sengit di kalangan ilmuwan dan masyarakat umum.
Colossal Biosciences mengklaim bahwa mereka mencapai terobosan ini dengan memodifikasi genom serigala abu-abu modern. Mereka menggunakan DNA serigala ganas yang berhasil diekstraksi dari fosil purba. Teknologi penyuntingan gen CRISPR menjadi andalan mereka dalam proyek kontroversial ini.
Perusahaan ini bahkan merilis rekaman video yang menampilkan dua anak serigala remaja yang diberi nama Romulus dan Remus. Mereka mengklaim bahwa kedua anak serigala ini adalah serigala ganas hasil rekayasa genetika. Namun, klaim ini langsung menuai keraguan dari para ahli.
Mungkinkah Menghidupkan Kembali Spesies yang Punah?
Corey Bradshaw, seorang profesor ekologi global dari Universitas Flinders Australia, adalah salah satu ilmuwan yang skeptis terhadap klaim Colossal Biosciences. Menurutnya, sangat sulit, bahkan hampir mustahil, untuk memodifikasi seluruh genom hewan yang telah punah selama ribuan tahun. Degradasi DNA menjadi kendala utama dalam proses ini.
Bradshaw menjelaskan bahwa DNA purba seringkali terfragmentasi dan rusak. Menyusun kembali informasi genetik yang hilang dan memastikan akurasi modifikasi genetik adalah tantangan yang sangat besar. Selain itu, faktor lingkungan dan interaksi ekologis yang kompleks juga perlu dipertimbangkan.
Colossal Biosciences sendiri bukan pemain baru dalam dunia de-extinction atau penghidupan kembali spesies yang punah. Mereka juga mengklaim telah berhasil mengkloning serigala merah yang terancam punah dan menciptakan tikus hibrida Colossal Woolly, yaitu tikus yang direkayasa secara genetika agar memiliki ciri-ciri mamut berbulu.
Apa Implikasi Etis dari De-Extinction?
Selain tantangan teknis, proyek de-extinction juga menimbulkan pertanyaan etis yang mendalam. Apakah kita berhak menghidupkan kembali spesies yang telah punah? Apakah tindakan ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang sudah ada? Bagaimana kita memastikan bahwa spesies yang dihidupkan kembali dapat beradaptasi dengan lingkungan modern?
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa de-extinction dapat membantu memulihkan keanekaragaman hayati yang hilang dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia. Namun, yang lain khawatir bahwa tindakan ini dapat memiliki konsekuensi yang tidak terduga dan berpotensi membahayakan.
Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam perdebatan tentang de-extinction:
- Kelayakan teknis dan biaya yang terlibat.
- Dampak ekologis terhadap ekosistem yang ada.
- Implikasi etis dan moral dari menghidupkan kembali spesies yang punah.
- Potensi manfaat dan risiko bagi manusia dan lingkungan.
Apakah Serigala Ganas Benar-Benar Kembali?
Terlepas dari klaim Colossal Biosciences, masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa serigala ganas benar-benar telah kembali. Klaim mereka perlu diverifikasi secara independen oleh para ilmuwan lain. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan bahwa anak serigala yang mereka klaim sebagai serigala ganas benar-benar memiliki karakteristik genetik dan perilaku yang sesuai.
Perdebatan tentang de-extinction dan klaim Colossal Biosciences menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang dengan pesat. Namun, penting untuk diingat bahwa kemajuan ini harus diimbangi dengan pertimbangan etis dan lingkungan yang cermat. Masa depan de-extinction masih belum pasti, tetapi satu hal yang jelas: perdebatan ini akan terus berlanjut dan membentuk cara kita memandang alam dan peran kita di dalamnya.
Colossal Biosciences didirikan pada tahun 2021, dan mengklaim sebagai perusahaan bioteknologi pertama yang menggunakan teknologi penyuntingan gen CRISPR untuk meneliti pemulihan spesies.